25/10/10

Trend Jogging Warga Solo

simbiosis & pupusnya CINta LOKasi


Sekumpulan manusia menghuni suatu lahan sewajarnya didasari oleh suatu kepentingan yang serupa. Di situ pula mereka akan mengalami pola saling ketergantungan terhadap lokasi dimana mereka menginjakkan kaki.


Pak Ijuk korban relokasi pasar ikan, kini berprofesi sebagai penjual pot hias di sebuah kios kecil di pinggir jalan. Ia tiap pagi menemani dua anaknya sarapan bubur sewaktu subuh sebelum mereka berangkat sekolah. Di dekat kiosnya terdapat warung bubur ayam dari tenda milik mbak Lidi.

Karena takut telat, Abun & Ampo, anak pak Ijuk berangkat sekolah diantar oleh bang Tong seorang tukang becak, saudara mbak Lidi yang bertugas mengembalikan perkakas jualan bubur dan menggantinya dengan perkakas jualan nasi pecel di rumah tinggal mereka. Omah kontrakan setengah gedhek (bilik bambu) milik mbak Lidi berjarak 5 kilometer dari warungnya, dan hanya beberapa blok bangunan dari SD impres Abun & Ampo. Tak lupa bang Tong sekembalinya dari rumah harus mampir mengambil sayur mayur di pasar dan membawanya ke warung tenda mbak Lidi. Jika tidak ada orang yang memanggilnya minta diantar, biasanya bang Tong mangkal di dekat kios pak Ijuk, karena para pembeli pot sering meminta tolongnya mengantar pulang.

Siangnya Abun & Ampo pulang dengan berjalan kaki menuju kios pot hias yang sekaligus adalah rumah mereka. Mereka terbiasa tidak makan siang ,namun hanya minta es teh di warung pecel mbak Lidi. Bila warung tersebut terlihat ramai pengunjung, biasanya Abun & Ampo turut membantu mbak lidi menyuci piring atau mengantar pesanan ke pembeli yang sudah menunggu. Biasanya mbak Lidi memberi mereka sedikit uang jajan setelah mereka selesai membantu.

Mbak Lidi orangnya memang baik, Abun dan Ampo sering mendapat nasihat darinya untuk giat bersekolah supaya bisa membangun kota kelak. Setiap pagi setelah sarapan atau setelah pulang sekolah Abun dan Ampo diminta mengambil dan menata pot-pot hias ayahnya untuk dipamerkan di dekat warung tenda, supaya ketika ramai pengunjung ada kemungkinan pot itu bisa laku atau malah mengarahkan pengunjung untuk pergi melihat kios milik pak Ijuk. Demikian pula Pak Ijuk selalu mempromosikan warung pecel mbak Lidi yang lokasinya di ujung dari deretan kios yang dipakainya berdagang.

Hubungan harmonis yang terjalin beberapa tahun lamanya suatu hari terguncang adanya isu normalisasi jalan. Normalisasi artinya mengembalikan fungsi-fungsi ruang sesuai 'rencana' yang sudah ditetapkan. Menjadi menyeramkan apabila pengertian tersebut merujuk pada aplikasinya, yaitu berupa 'penggusuran'.


Normal yang bagaimana??

Mbak Lidi normalnya, sehari berjualan dua kali untuk memenuhi kebutuhan bayar kontrak dan makan. Normalnya bang Tong bisa mendapat pengguna jasa becaknya dari pengujung Kios Pot pak Ijuk. Normalnya juga Abun & Ampo bisa diantar becak bang Tong ke sekolah tiap pagi supaya tidak terlambat.


Tetapi, 'normal' menurut yang punya rencana sering bertolak belakang dengan pandangan normal pihak pelaku/pengguna area terencana.Pandangan 'normal' pihak mana yang akan bertahan atau terealisasikan pada akhirnya menjadi sebuah kompetisi untuk dapat melakukan sebuah klaim terhadap suatu teritori.

.: tergelitik oleh lirik lagu "Iwan Fals":.



14/10/10

catatan dibelakang bangku perkuliahan

De Javu @ Java  + 
BENCI berpaut RINDU...
[ gerutu perjuangan komunal.... suatu jeda yang menjadi utama dimasa kuliah ]
Sebuah perjalanan mlm mingguan dengan 'themesong' riuh takbiran belum lama saya alami...
Spti biasa sy msh mnikmati berjalan kaki di spanjang kota rumah saya (bukan 'kota rumah kita', =p)hingga nongkrong di atap rumah tingkat milik teman yg msh blm selesai dibangun...
Dingin udara yg menusuk sumsum teralihkan topik obrolan kami yg ngalor-ngidul mulai dr trtembakny artis Top di kamar mandi yg diduga msh mninggalkan milyaran petasan,artis joged dunia yg tewas krn OD dg mwariskan milyaran hutang,& buntut2nya sampai mempermasalahkan "presiden2 di Indonesia sebenarnya sudah mewariskan apa?"....
terlepas dr mslh presiden itu artis atau bukan, ini smua bs mjd bahan kontemplasi....
"Apakah yg kita rasakan sekarang masih bernoda warisan rezim2 terdahulu??" (mungkin ada yang menyebutnya sebagai era post-kolonial, begitu....)
DOR! Tepat, kami memandangi sebuah atap rumah tetangga dengan site-nya persegi panjang yg menjorok dari pola grid perumahan yang lain.
Rumah ini menjadi dikelilingi jalan pada tiga sisinya, sisi yg lain masih menempel dinding tetangganya membentuk persegi panjang.
Rumah tersebut jadi sedikit 'horor' karena 'nusuk sate' depan-belakang...
"Itu dulu-nya jg lapangan voli..." kt teman sy, "ruang masyrkt bercanda-ria, yg akhirnya mjd rumah seorang pramuria" sahut teman saya lainny...
"yg bersuamikan orang agra-ria... di zaman orba..." ktnya lg sblm saya sempat menanggapi...

That's cool!! 
De javu @ Java... kepala bagai terserang schizophernia rasanya...
Sy teringat kembali zaman keemasan dari sebuah gerombolan "cAfestudio" d sebuah atap pasar Johar...
bersama pasukan yg "SOK ELIT" itu kami "berdiskusi ngalor-ngidul"
(setingkat lbh tinggi drpd "ngobrol ngalor-ngidul"), walaupun topik bahasanny sm2 'luber2', tp setidaknya bs dibilang tidaklah ember, brrti tetap ELIT y?? =p)
dari pertanyaan AASP yg filosofis, (tp klo sy tdk slh ingat y) "untuk apa semua ini?" -- mksudnya proses bljr CS 'on the grass road' yg kt lakukan slma ini.Nyaris sj trjadi perdebatan Platonik disana.Kemudian, YKHP membagi kisah kenaifannya ketika tak dpt menjwb pertnyaan "apa yg kmu ketahui ttg kotamu?" oleh seniorny d sbuah aliran perguruan ars.
Ya itulah mengapa harus "50% touch the site & 50% touch the book" (kt DAS terdahulu, ditambah sedikit gubahan dalam eksplanasi sy);
meski Klo u/ MMT ato AS kemungkinan akan berbeda formulasinya mjd "33,3% touch the site, 33,3% touch the book, & 33,3% touch the laptop for design"
atau klo u/ sy formulasinya mjd "33,3% touch the site, 33,3% touch the book, & 33,3% talk with people" (hahaha.. serius ini bukan kritik, tp brcanda).

Back to ... KOTA...
Damn!!! Dari kenaifannya itu, akhirnya YKHP bs menginterpretasikan bhw Pasar Johar itu jg adl sebuah KOTA.
Atau boleh sy sebut sebagai gedung urbanisasi pedagang
(arti 'urbanisasi' bukan perpindahan dr desa ke kota, tp proses "meng-kota")
Selain terjadi transaksi disana, trjadi pula pmbentukan struktur organisasi msyrkt pedagang layaknya RT/RW.
Uniknya, terjadi pula proses regenerasi yg tdk ubahnya terjadi spti kehidupan msyrkt kota.Msyrkt hidup berkeluarga & punya anak disana.Anak mereka bermain dan bersekolah disana, hingga bertumbuh dewasa, bekerja menjadi pedagang,menikah dan membentuk keluarga baru jg disana. Ada warung2 makan, fasilitas rg olahraga, dll. Ada pengemis, pengamen & masyrkt nomaden lainnya. Apa ini tdk bs disebut sebagai KOTA?
Mereka jg mengikuti perkembangan informasi seperti msyrkt umumnya saat ini, ada radio, TV, dg sekian jmlh antena yg menyembul datas atap gedung tersebut. Mungkin sebentar lg internet Wi-Fi. [jelas, ini bukan interpretasi liar spti yg sering 'digasaki' (baca: komentar menyindir) o/ DAS, hahaha..]

Apa yg membuat sy De JaVU @ Java??
Kita sepakat terlebihdulu bahwa permasalahan di Johar sebenarnya berupa teritori kawasan yang menyangkut beberapa massa bangunan, termasuk P.Yaik, P.Kanjengan, Matahari, Htl. Metro, dan sekitarnya.
Berdasarkan telaahan YKHP yg telah dikonfrensikan hingga medan tempur 'Rambo' di Hanoi, terungkap bahwa dulunya semua kawasan tersebut adl kawasan alun2 Semarang. Di sinilah bedanya, apa yg sy lihat semalaman adl sebuah transformasi lapangan voli mjd rumah tinggal, dan satunya lagi adalah yang saya amati bersama teman2 gerombolan "cAfestudio" ketika sempat berkeliling sebuah kawasan yg dulunya alun-alun kini hanyalah rentetan gedung-kumuh.
Alun-alun yg mempersatukan tradisi etnik dan agama, semenjak orba area terbuka publik tersebut bertransformasi menjadi dinding-
dinding yg mengkotak-kotakkan privasi. Entah seperti apa beda masyarakat kota saat ini dan era terdahulu dalam memaknai ruang publiknya yang tersisa di tengah kota?

Sy jd skeptis... & nyaris apatis....
Apakah ada jalinan interaksi positif terhadap masyarakat yg seharusnya membuahkan kebermaknaan sosial dari sebuah proyek fisik bangunan - yang mungkin berdiri sebagai legitimasi pembangunan atau sekedar strategi oportunity belaka?
Sedikit mengutip ungkapan Marco Kusumawijaya, "...Lebih besar Lingga daripada Yoni-nya..." -- besar bangunannya, kecil pemaknaannya...
Kasus ini masih @ Java, lebih tepatnya @ Central Java, & kemungkinan bila sy nongkrong diatas atap bangunan lain lagi saya akan menemukan hal yg setipe.
hahaha...


....CUT !!! (penggalan kisah diatas sudah terlalu panjang & sangat melelahkan bila diulang menjadi sebuah kenyataan)
Mungkin juga terlalu banyak sy mengolah kisah tersebut shg mjd terlalu cantik atau justru membosankan...
Mungkin semua BENCI karena cAfestudio sendiri tidak, atau belum mencapai 'klimaks' pada kisah pengembaraannya...
(yg pernah nomaden, pernah jg menetap, dan yg sdg berusaha benar2 bisa menetap...)

BENCI, seakan semua hal itu sia2... Tapi, itukah jawaban dari pertanyaan "untuk apakah semua ini?"Jika itu jawabannya, tentu skrg sy tdk bs memaknai serangan schizopernia yg terjadi manakala mengingat "the strugle of CS, between learn on the grass road and learn to be a good character"yang sungguh bisa mengucurkan keringat bagi yg terlibat didalamnya, hingga berbinar air mata bagi yg sekedar mendengarkannya.

Setidaknya, melalui 2 preseden 'transformasi ruang' yg mjd topik 'grundelan' diatas atap & seakan membuat saya de Javu tsb, kini saya mendapat sebuah refleksi.
Ada suatu proses pembelajaran (yg mungkin 'ngalor-ngidul' tadi...)
yg pernah dilakukan oleh CS melalui brainstorming langsung pada lokasi yg akhirnya menghasilkan pengendapan pengalaman,baik yang berasal dari wacana, interpretasi, memori ruang ataupun sebagainya sehingga memperkaya pengalaman pada kasus lain yg serupa.

Dari sini sy hrs bilang kalau sy RINDU pada ruang beradu, diatas atap, dibawah langit biru...
Berharap jgn semua begitu saja berlalu...

nb pesan: (u/ itu perlu kita singgung S8 supaya semua terdokumentasi dengan baik, shg tak menjadi angin lalu :: bravo EIW!!!)
 
*tulisan ini diposting ulang dari blog CAFESTUDIO8 sebagai apresiasi terhadap fase pergerakan yang mendahuluinya, sebuah gerombolan skeptis bernama cAfestudio.
 

life dimension

Foto saya
distillation space for re-thinking about rural-urban living way.
こうこく ○. Diberdayakan oleh Blogger.