23/11/10

Washup !!! (Toilet Cum Washing Machine)

atasi pemborosan : Air - Ruang - Waktu

Washup” merupakan sebuah ide cemerlang & desain inovatif yang mana menggabungkan antara fungsi mesin cuci dan closet duduk. Konsep baru ini selain hemat ruang, juga ramah terhadap sumber daya alam - kebutuhan dasar kita sehari-hari y: hemat air
Prinsip kerja mesin ini sederhana, manakala proses mencuci pakaian selesai, air limbahnya akan disimpan yang selanjutnya dapat digunakan sebagai pengguyur *limbah yang lain* [ padat atau cair sesuai kebutuhan kita tentunya.. :D ].
Kalau kita pikir kembali, ada hal ke-tiga yang sebenarnya masih dapat diambil maknanya, tentunya hemat soal waktu Kita dapat menikmati aktivitas ber’ekskresi’ sekaligus mmenunggui proses mencuci pakaian yang akan memakan waktu… Cara demikian penting juga untuk mengatasi suara berisik yang kita timbulkan sewaktu mengeluarkan  limbah dari dalam tubuh kita karena dengungan mesin cuci tersebut secara otomatis akan mengaburkan grtaran suara yang tidak kita harapkan dari aktivitas kita… 
Luar biasa... pergumulan dengan limbah sehari-hari pasti jadi menyenangkan, bukan? =D



.:original content:.

TOILET CUM WASHING MACHINE 

The “Washup” is an innovative design integrating a washing machine with toilet. This new concept is a wonderful and space saving water consumption device that recycles the water that cleans the clothes in the washer to flush the toilet. The “Washup” is certainly an innovative design for the problem of location of washing machines in small bathrooms.




25/10/10

Trend Jogging Warga Solo

simbiosis & pupusnya CINta LOKasi


Sekumpulan manusia menghuni suatu lahan sewajarnya didasari oleh suatu kepentingan yang serupa. Di situ pula mereka akan mengalami pola saling ketergantungan terhadap lokasi dimana mereka menginjakkan kaki.


Pak Ijuk korban relokasi pasar ikan, kini berprofesi sebagai penjual pot hias di sebuah kios kecil di pinggir jalan. Ia tiap pagi menemani dua anaknya sarapan bubur sewaktu subuh sebelum mereka berangkat sekolah. Di dekat kiosnya terdapat warung bubur ayam dari tenda milik mbak Lidi.

Karena takut telat, Abun & Ampo, anak pak Ijuk berangkat sekolah diantar oleh bang Tong seorang tukang becak, saudara mbak Lidi yang bertugas mengembalikan perkakas jualan bubur dan menggantinya dengan perkakas jualan nasi pecel di rumah tinggal mereka. Omah kontrakan setengah gedhek (bilik bambu) milik mbak Lidi berjarak 5 kilometer dari warungnya, dan hanya beberapa blok bangunan dari SD impres Abun & Ampo. Tak lupa bang Tong sekembalinya dari rumah harus mampir mengambil sayur mayur di pasar dan membawanya ke warung tenda mbak Lidi. Jika tidak ada orang yang memanggilnya minta diantar, biasanya bang Tong mangkal di dekat kios pak Ijuk, karena para pembeli pot sering meminta tolongnya mengantar pulang.

Siangnya Abun & Ampo pulang dengan berjalan kaki menuju kios pot hias yang sekaligus adalah rumah mereka. Mereka terbiasa tidak makan siang ,namun hanya minta es teh di warung pecel mbak Lidi. Bila warung tersebut terlihat ramai pengunjung, biasanya Abun & Ampo turut membantu mbak lidi menyuci piring atau mengantar pesanan ke pembeli yang sudah menunggu. Biasanya mbak Lidi memberi mereka sedikit uang jajan setelah mereka selesai membantu.

Mbak Lidi orangnya memang baik, Abun dan Ampo sering mendapat nasihat darinya untuk giat bersekolah supaya bisa membangun kota kelak. Setiap pagi setelah sarapan atau setelah pulang sekolah Abun dan Ampo diminta mengambil dan menata pot-pot hias ayahnya untuk dipamerkan di dekat warung tenda, supaya ketika ramai pengunjung ada kemungkinan pot itu bisa laku atau malah mengarahkan pengunjung untuk pergi melihat kios milik pak Ijuk. Demikian pula Pak Ijuk selalu mempromosikan warung pecel mbak Lidi yang lokasinya di ujung dari deretan kios yang dipakainya berdagang.

Hubungan harmonis yang terjalin beberapa tahun lamanya suatu hari terguncang adanya isu normalisasi jalan. Normalisasi artinya mengembalikan fungsi-fungsi ruang sesuai 'rencana' yang sudah ditetapkan. Menjadi menyeramkan apabila pengertian tersebut merujuk pada aplikasinya, yaitu berupa 'penggusuran'.


Normal yang bagaimana??

Mbak Lidi normalnya, sehari berjualan dua kali untuk memenuhi kebutuhan bayar kontrak dan makan. Normalnya bang Tong bisa mendapat pengguna jasa becaknya dari pengujung Kios Pot pak Ijuk. Normalnya juga Abun & Ampo bisa diantar becak bang Tong ke sekolah tiap pagi supaya tidak terlambat.


Tetapi, 'normal' menurut yang punya rencana sering bertolak belakang dengan pandangan normal pihak pelaku/pengguna area terencana.Pandangan 'normal' pihak mana yang akan bertahan atau terealisasikan pada akhirnya menjadi sebuah kompetisi untuk dapat melakukan sebuah klaim terhadap suatu teritori.

.: tergelitik oleh lirik lagu "Iwan Fals":.



14/10/10

catatan dibelakang bangku perkuliahan

De Javu @ Java  + 
BENCI berpaut RINDU...
[ gerutu perjuangan komunal.... suatu jeda yang menjadi utama dimasa kuliah ]
Sebuah perjalanan mlm mingguan dengan 'themesong' riuh takbiran belum lama saya alami...
Spti biasa sy msh mnikmati berjalan kaki di spanjang kota rumah saya (bukan 'kota rumah kita', =p)hingga nongkrong di atap rumah tingkat milik teman yg msh blm selesai dibangun...
Dingin udara yg menusuk sumsum teralihkan topik obrolan kami yg ngalor-ngidul mulai dr trtembakny artis Top di kamar mandi yg diduga msh mninggalkan milyaran petasan,artis joged dunia yg tewas krn OD dg mwariskan milyaran hutang,& buntut2nya sampai mempermasalahkan "presiden2 di Indonesia sebenarnya sudah mewariskan apa?"....
terlepas dr mslh presiden itu artis atau bukan, ini smua bs mjd bahan kontemplasi....
"Apakah yg kita rasakan sekarang masih bernoda warisan rezim2 terdahulu??" (mungkin ada yang menyebutnya sebagai era post-kolonial, begitu....)
DOR! Tepat, kami memandangi sebuah atap rumah tetangga dengan site-nya persegi panjang yg menjorok dari pola grid perumahan yang lain.
Rumah ini menjadi dikelilingi jalan pada tiga sisinya, sisi yg lain masih menempel dinding tetangganya membentuk persegi panjang.
Rumah tersebut jadi sedikit 'horor' karena 'nusuk sate' depan-belakang...
"Itu dulu-nya jg lapangan voli..." kt teman sy, "ruang masyrkt bercanda-ria, yg akhirnya mjd rumah seorang pramuria" sahut teman saya lainny...
"yg bersuamikan orang agra-ria... di zaman orba..." ktnya lg sblm saya sempat menanggapi...

That's cool!! 
De javu @ Java... kepala bagai terserang schizophernia rasanya...
Sy teringat kembali zaman keemasan dari sebuah gerombolan "cAfestudio" d sebuah atap pasar Johar...
bersama pasukan yg "SOK ELIT" itu kami "berdiskusi ngalor-ngidul"
(setingkat lbh tinggi drpd "ngobrol ngalor-ngidul"), walaupun topik bahasanny sm2 'luber2', tp setidaknya bs dibilang tidaklah ember, brrti tetap ELIT y?? =p)
dari pertanyaan AASP yg filosofis, (tp klo sy tdk slh ingat y) "untuk apa semua ini?" -- mksudnya proses bljr CS 'on the grass road' yg kt lakukan slma ini.Nyaris sj trjadi perdebatan Platonik disana.Kemudian, YKHP membagi kisah kenaifannya ketika tak dpt menjwb pertnyaan "apa yg kmu ketahui ttg kotamu?" oleh seniorny d sbuah aliran perguruan ars.
Ya itulah mengapa harus "50% touch the site & 50% touch the book" (kt DAS terdahulu, ditambah sedikit gubahan dalam eksplanasi sy);
meski Klo u/ MMT ato AS kemungkinan akan berbeda formulasinya mjd "33,3% touch the site, 33,3% touch the book, & 33,3% touch the laptop for design"
atau klo u/ sy formulasinya mjd "33,3% touch the site, 33,3% touch the book, & 33,3% talk with people" (hahaha.. serius ini bukan kritik, tp brcanda).

Back to ... KOTA...
Damn!!! Dari kenaifannya itu, akhirnya YKHP bs menginterpretasikan bhw Pasar Johar itu jg adl sebuah KOTA.
Atau boleh sy sebut sebagai gedung urbanisasi pedagang
(arti 'urbanisasi' bukan perpindahan dr desa ke kota, tp proses "meng-kota")
Selain terjadi transaksi disana, trjadi pula pmbentukan struktur organisasi msyrkt pedagang layaknya RT/RW.
Uniknya, terjadi pula proses regenerasi yg tdk ubahnya terjadi spti kehidupan msyrkt kota.Msyrkt hidup berkeluarga & punya anak disana.Anak mereka bermain dan bersekolah disana, hingga bertumbuh dewasa, bekerja menjadi pedagang,menikah dan membentuk keluarga baru jg disana. Ada warung2 makan, fasilitas rg olahraga, dll. Ada pengemis, pengamen & masyrkt nomaden lainnya. Apa ini tdk bs disebut sebagai KOTA?
Mereka jg mengikuti perkembangan informasi seperti msyrkt umumnya saat ini, ada radio, TV, dg sekian jmlh antena yg menyembul datas atap gedung tersebut. Mungkin sebentar lg internet Wi-Fi. [jelas, ini bukan interpretasi liar spti yg sering 'digasaki' (baca: komentar menyindir) o/ DAS, hahaha..]

Apa yg membuat sy De JaVU @ Java??
Kita sepakat terlebihdulu bahwa permasalahan di Johar sebenarnya berupa teritori kawasan yang menyangkut beberapa massa bangunan, termasuk P.Yaik, P.Kanjengan, Matahari, Htl. Metro, dan sekitarnya.
Berdasarkan telaahan YKHP yg telah dikonfrensikan hingga medan tempur 'Rambo' di Hanoi, terungkap bahwa dulunya semua kawasan tersebut adl kawasan alun2 Semarang. Di sinilah bedanya, apa yg sy lihat semalaman adl sebuah transformasi lapangan voli mjd rumah tinggal, dan satunya lagi adalah yang saya amati bersama teman2 gerombolan "cAfestudio" ketika sempat berkeliling sebuah kawasan yg dulunya alun-alun kini hanyalah rentetan gedung-kumuh.
Alun-alun yg mempersatukan tradisi etnik dan agama, semenjak orba area terbuka publik tersebut bertransformasi menjadi dinding-
dinding yg mengkotak-kotakkan privasi. Entah seperti apa beda masyarakat kota saat ini dan era terdahulu dalam memaknai ruang publiknya yang tersisa di tengah kota?

Sy jd skeptis... & nyaris apatis....
Apakah ada jalinan interaksi positif terhadap masyarakat yg seharusnya membuahkan kebermaknaan sosial dari sebuah proyek fisik bangunan - yang mungkin berdiri sebagai legitimasi pembangunan atau sekedar strategi oportunity belaka?
Sedikit mengutip ungkapan Marco Kusumawijaya, "...Lebih besar Lingga daripada Yoni-nya..." -- besar bangunannya, kecil pemaknaannya...
Kasus ini masih @ Java, lebih tepatnya @ Central Java, & kemungkinan bila sy nongkrong diatas atap bangunan lain lagi saya akan menemukan hal yg setipe.
hahaha...


....CUT !!! (penggalan kisah diatas sudah terlalu panjang & sangat melelahkan bila diulang menjadi sebuah kenyataan)
Mungkin juga terlalu banyak sy mengolah kisah tersebut shg mjd terlalu cantik atau justru membosankan...
Mungkin semua BENCI karena cAfestudio sendiri tidak, atau belum mencapai 'klimaks' pada kisah pengembaraannya...
(yg pernah nomaden, pernah jg menetap, dan yg sdg berusaha benar2 bisa menetap...)

BENCI, seakan semua hal itu sia2... Tapi, itukah jawaban dari pertanyaan "untuk apakah semua ini?"Jika itu jawabannya, tentu skrg sy tdk bs memaknai serangan schizopernia yg terjadi manakala mengingat "the strugle of CS, between learn on the grass road and learn to be a good character"yang sungguh bisa mengucurkan keringat bagi yg terlibat didalamnya, hingga berbinar air mata bagi yg sekedar mendengarkannya.

Setidaknya, melalui 2 preseden 'transformasi ruang' yg mjd topik 'grundelan' diatas atap & seakan membuat saya de Javu tsb, kini saya mendapat sebuah refleksi.
Ada suatu proses pembelajaran (yg mungkin 'ngalor-ngidul' tadi...)
yg pernah dilakukan oleh CS melalui brainstorming langsung pada lokasi yg akhirnya menghasilkan pengendapan pengalaman,baik yang berasal dari wacana, interpretasi, memori ruang ataupun sebagainya sehingga memperkaya pengalaman pada kasus lain yg serupa.

Dari sini sy hrs bilang kalau sy RINDU pada ruang beradu, diatas atap, dibawah langit biru...
Berharap jgn semua begitu saja berlalu...

nb pesan: (u/ itu perlu kita singgung S8 supaya semua terdokumentasi dengan baik, shg tak menjadi angin lalu :: bravo EIW!!!)
 
*tulisan ini diposting ulang dari blog CAFESTUDIO8 sebagai apresiasi terhadap fase pergerakan yang mendahuluinya, sebuah gerombolan skeptis bernama cAfestudio.
 

16/09/10

Trotoar Braga - place and memory



... cities of every age have seen fit to make provision for open spaces that would promote social encounters and serve the conduct of public affairs.

... is a destination; a purpose-built stage for ritual and interaction.

... places we are all free to use, as against the privately owned realm of houses and shops. Public spaces host structured or communal activities - festivals, riots, celebrations, public executions - ...

But even now, the public place is the canvas on which political and social change is painted.

 

     Meski telah kehilangan beberapa sosok bangunan yang menjadi daya tarik romantisme masalalunya, ruas-ruas jalan Braga tetaplah menjadi rujukan penting bagi turis kota Bandung. Saya sempat menikmati menjadi seorang turis yang berjalan kaki mengamati koridor yang di bangun pada era kolonial tersebut. 

    Berbicara soal tranformasi, disela-sela perjalanan yang terhenti akibat sandal jepit sahabat saya putus, sembari ia kebingungen menyelesaikan masalahnya, saya manfaatkan momen yang ada untuk mengamati lukisan-lukisan yang dipajang pada bangunan ruko di seberang jalan yang kami lalui. "Perhatikanlah, setiap bangunan yamg kita kunjungi seolah-olah ingin bercerita tentang dirinya dan masa lalunya..." Saya tidak sepeka sahabat saya dalam berkomunikasi kepada sebuah ruang untuk memaknai peristiwa dibalik susunan batu, pasir, atau material yang terbangun. Namun demikian kata-kata sahabat saya yang sedang terlintas dalam benak saya, dimana ada sisi lain yang perlu menjadi bagian dari relasi antara kita dengan suatu ruang yang...
sekedar kita gunakan,
sekedar kita lalui, 
sekedar kita bangun, 
sekedar kita nikmati suasananya...

Dibalik otoritas pasifnya, sosok ruang dapat bercerita banyak hal. Soal era kapan ia terlahir... atas kepentingan apa ia dilahirkan... bagaimana ia tetap diam berdiri hingga saat kita amati... 

Mungkin, jika anda pencinta karya arsitektur, anda tertarik untuk tahu... Seperti apa tatanan-tatanan dinding yang membentuk wadah aktivitas didalamnya? seperti apa tekstur lantai dan bentuk atapnya? seberapa banyak dan 'gila'nya ornamen yang menghiasi sosok dirinya, sehingga kemudian anda akan berpikir, siapakah pemiliknya... orang kayakah? terpelajarkah? pribumikah? orang asingkah? lalu etnis apa? apa pula pekerjaannya? siapa saja keluarganya? tinggal diman mereka sekarang? disekitar sini atau  telah pergi jauh? seberapa erat hubungan meereka dengan bangunan tersebut?....

Demikian pula dimana ruang itu didirikan akan selalu memberikan suatu alasan peristiwa yang berbeda. dari sini kita akan mengenal suatu karya manusia bernama bangunan, wujud ruang yang tidak sekedar kita jumpai semata-mata.

Memori suatu peristiwa mungkin akan terhapus, tentunya seiring hilangnya wujud-wujud ruang tersebut... atau mungkin tergantikan dengan wujud yang baru, yang akan kembali menyimpan memori yang lain.

15/09/10

Pengaruh Radiasi Geo-Biologis bagi Kehidupan

Mungkin masih banyak warga masyarakat yang belum memahami tentang adanya pengaruh radiasi yang dapat timbul dari dalam tanah. Ada tempat-tempat yang menyebabkan seseorang tidak dapat tinggal dengan jenak, merasa tidurnya selalu tidak dapat berkualitas atau mungkin merasa kesehatannya selalu terganggu sejak tinggal di suatu tempat. Tempat yang demikian sampai sekarang masih sering dianggap memiliki kekuatan mistis tertentu. Bila dikaji secara ilmiah, sebenarnya yang terjadi tidaklah demikian. Di dalam bumi kita tersimpan berbagai macam radiasi, misalnya yang berasal dari aliran air bawah tanah, patahan/retak bumi, jaringan Hartmann dan jaringan Curry.

    Dalam workshop yang diadakan Komunitas Belajar Arsitektur & Perkotaan “cAfestudio” yang bekerja sama dengan Lembaga Pendidikan Lingkungan Manusia Bangunan "LMB" UNIKA Soegijapranata Jumat, 14 November 2008, Dr. Ir Heinz Frick, Dipl.Arch. FH/SIA menyebutkan bahwa medan radiasi dari dalam permukaan bumi menjadi salah satu dasar kehidupan makhluk hidup (manusia, hewan dan tumbuhan).

Bumi kita memiliki dua kutub - utara dan selatan -  yang terhubung oleh gaya elektromagnetik yang membentuk jaringan garis berkisi-kisi. Heinz Frick mengemukakan bahwa pada kebudayaan kuno di Cina, India, Mesir maupun Yunani, pengetahuan mengenai jaringan gaya berkisi-kisi tersebut telah ada dan banyak diterapkan pada pembangunan tempat-tempat yang dianggap keramat (candi, kuil dan sebagainya). 

Contoh dari penerapannya adalah pada pembangunan piramid yang ukurannya raksasa. Orientasi dan dimensi piramid tersebut harus dapat dibuat secara tepat.  Apabila di tengahnya terdapat gundukan bukit, sudut siku dari piramid tersebut tetap dapat diketahui tanpa menggunakan kompas ataupun dengan cara mengukur sisi-sisi diagonalnya, melainkan hanya perlu mengandalkan garis  medan elektromagnetik berkisi-kisi tersebut. Menariknya, ruang tengah yang dikelilingi garis berkisi-kisi tersebut menyebabkan organik yang berada di tempat tersebut tidak dapat busuk.

    Ketika ingin membangun sebuah kawasan yang baru, Heinz Frick menceritakan bahwa bangsa Romawi selalu membiarkan sekelompok domba tinggal dan memakan rumput pada kawasan yang akan dibangun selama lebih kurang satu tahun. Dari sini akan diketahui tempat mana yang terhindar dari titik-titik radiasi yang menggangu, karena domba akan menghindari tempat yang ada radiasinya.

    Selanjutnya dikemukakan pula bahwa yang paling berbahaya adalah apabila seseorang dengan kondisi dalam kehidupannya selalu tidur di atas simpul radiasi, semisal terdiri dari kumpulan kisi Hartmann, garis patahan/retak bumi dan aliran air. Lambat laun kesehatan orang itu akan terganggu yaitu dapat mengakibatkan kanker. Di dalam kondisi sadar pun seseorang dapat mengalami sakit yang parah apabila sebelumnya memang dalam keadaan sakit dan berada pada  tempat tersebut. Pada tanaman dicontohkan bahwa batang tanaman pun dapat berkelok-kelok menghindari garis-garis radiasi yang ada. 

     Secara berkebalikan, hal yang positif dapat terjadi apabila dalam keadaan sadar seseorang berdiri diatas simpul-simpul radiasi dengan keadaan sehat untuk melakukan aktivitas yang memacu mental seperti bernyanyi, berpidato, mengajar dan sebagainya.

Dalam workshop yang dihadiri baik mahasiswa arsitektur UNIKA Soegijapranata maupun magister perkotaan UNDIP ini, para peserta diharapkan dapat mengetahui adanya beberapa macam garis radiasi yang  melintasi area outdoor workshop dangan melatih kepekaan pikiran bawah sadar mereka melalui bantuan bandul/pendulum dan tangkai bercabang (divining rod).

Menurut pergerakan Gaia (James Lovelock: The Ages of Gaia, a Biography of our Living Earth, 1988; dan Gaia – the Practical Science of Planetary Medicine,1991), sebagaimana dirujuk Dr. Heinz Frick, radiasi bumi dapat dianggap sebagai sistem urat saraf makhluk bumi tersebut. Hipotesa ini kemudian diperbandingkan dengan penemuan dari hasil penelitian Dr. H. Fitzgerald mengenai ‘terapi zona’, di mana pijatan pada titik-titik tertentu dalam tubuh manusia menunjukkan bahwa telapak kaki mencerminkan keberadaan organ-organ tubuh yang lain dari manusia. Dua hal tersebut menjadi suatu acuan pemikiran bahwa sebenarnya manusia memiliki alat komunikasi terhadap bumi yang juga dianggap sebagai makhluk hidup melalui telapak kaki.

Untuk mengetahui keberadaan radiasi-radiasi yang ada, pada prinsipnya metode yang diterapkan sangatlah sederhana. Telapak kaki kita menyimpan jutaan pori-pori yang peka terhadap berbagai macam rangsangan. Ada informasi-informasi berupa rangsangan dari dalam tanah yang kita peroleh setiap saat melalui otak bawah sadar yang kita miliki. Karena banyaknya jumlah informasi tersebut, umumnya kita tidak dapat memahami informasi tersebut secara sadar. Seperti ketika seseorang yang kulitnya hampir tersengat api, secara reflek orang tersebut akan menghindar dari arah panas yang dirasakannya. Hal ini sama penerapannya dalam penggunaan alat-alat bantu berupa pendulum dan tangkai bercabang yang berfungsi membantu kita dalam mengetahui adanya pengaruh teristris dalam tanah. Alat-alat bantu tersebut memiliki kepekaan terhadap reflek yang kita miliki. Sehingga, ketika pikiran bawah sadar kita menangkap adanya signal radiasi yang kita cari, dengan cara memfokuskan pikiran secara otomatis alat-alat bantu tersebut akan memberikan tanda gerakan tertentu.

Apabila dalam setiap perencanaan kawasan atau bangunan memperhitungkan adanya letak garis-garis patahan bumi, aliran air, jaringan Hartmann dan jaringan Curry, tentu perencanaan tersebut tidak hanya menghindarkan penghuni dari pengaruh buruk terhadap kesehatan, tetapi juga menghindarkan kemungkinan terjadinya kerusakan secara alami pada bagian-bagian badan bangunan, seperti retak pada dinding, lantai ataupun pondasi.

Selain itu, tidak menutup kemungkinan bagi penghuni untuk melakukan upaya peningkatan kualitas kehidupan pada suatu rumah atau ruangan yang telah terbangun. Upaya tersebut dapat dilakukan misalnya dengan mengatur tata letak interior di dalamnya, seperti mengganti letak dipan yang berada di atas simpul-simpul radiasi dengan perabot lemari dan sebagainya. Dengan sekadar memperhatikan peletakan perabot yang mungkin digunakan untuk mengakomodasi kegiatan istirahat di dalam rumah seperti dipan untuk tidur, sofa dan sebagainya, kita berarti telah menghargai kesehatan dalam diri kita tanpa perlu mengeluarkan biaya apapun.

 













 * di tulis ulang dari draft untuk sebuah press media -
 (rum) & komunitas mahasiswa penggiat arsitektur-urban "cAfestudio"

09/09/10

Sumpah!!! orang bilang kau, Sampah ...

Kira-kira seberapa dekat dunia kita dengan timbunan barang rongsokan seperti ini? ___Saya berasumsi bahwa hanya orang 'kepepet' saja yang mau berurusan dengan hal seperti ini... Termasuk saya mengakui bahwa dari sekian kali saya menjumpai barang rongsokan, ini kali pertama saya mencoba mengamati dan mencoba berurusan lebih dekat demi memenuhi tuntutan observasi tugas akhir saya. "Buat apa tugas akhir?!" pertanyaan itu sama berbobotnya dengan "buat apa mengurusi sampah rongsokan tsb?!" 


Mungkin... akan berbeda bila yang saya hadapi adalah rongsokan kapal Titanic atau UFO, karena sudah pasti dengan sendirinya saya akan mendapat kehormatan tersendiri untuk disandingkan dengan para ilmuwan dunia atau separah-parahnya para pejabat negara (kalau-kalau mereka ikut campur urusan harta). Sayang, rongsokan di depan saya adalah kumpulan material limbah pabrik, bekas alat tranportasi distribusi barang dan sisanya adalah area pabrik seluas 3Ha yang telah usang dimakan usia karena telah lama ditinggalkan.


Buat apa?... Buat apa?... menjadi tanya yang menghantui pikiran, harkat, martabat, dan masa depan studi saya. Bayangkan bila berjibun aneka rongsokan tersebut tidak mendapatkan solusi dalam proses penguraiannya... Kemungkinan pertama ,tugas akhir saya gagal, itu berarti predikat saya sebagai kreatif desainer hanya dapat disejajarkan dengan para pemulung yang sekedar memungut barang bekas duntuk dijual dan saya memungut barang bekas pula untuk dijadikan data saja. Kemungkinan kedua adalah yang paling berat dimana orang boleh berkata bahwa baru bermimpi dan berimajinasi saja saya telah gagal... [apa kata insan jagad raya?]


Oke lah, whatever dengan apa kata makhluk semesta... whatever pula dengan tugas akhir saya... Saya coba cari esensi dari semua ini. Dalam sejarah peradaban mana pun, manusia selalu menciptakan produk yang menimbulkan sampah.  Pada saat proses pembuatan produk dihasilkanlah yang namanya sampah sampingan, demikian pula hingga produk tersebut sudah tidak layak pakai dan menjadi onggokan sampah baru. 



Setelah sedikit banyak memperoleh informasi, secara umum kesimpulan solusinya tetap mengacu pada 3R (reduce, reuse, recycle). Istilah 3R tersebut munkin telah terkesan biasa dan sederhana, namun sesungguhnya dalam hierarki pelaksanaannya munkin akan menjadi bermasalah.  


Saya berikan gambaran 3R tersebut seperti rangkaian piramida. Secara berurutan reduce berada pada posisi dasar, reuse posisi tengah dan recycle posisi atas. Mengapa demikian? 


Reduce adalah hal yang paling mungkin dilakukan semua orang untuk dapat menekan jumlah penggunaan sampah, baik industri, rumah tangga, atau perorangan sekalipun. 

Reuse adalah tindakan memanfaatkan kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama maupun berbeda fungsi. Untuk fungsi yang sama contoh kasusnya adalah pengisian botol bekas dengan refill kemasan. Bertanyaannya, bagaima nasib kemasan  refill selanjutnya? Alternatif kedua adalah yang disebut dengan adaptive reuse, dimana perlu suatu tindakan kreatif dalam mensiasati fungsi yang akan diterapkan pada sampah yang akan diperbarui. Salah satu tidakan kreatif adalah pembuatan trashion [dari kata trash - fashion] yang memanfaatkan limbah plastik kemasan snack, mie instant dsb untuk diolah menjadi produk fashion seperti tas, payung, jas hujan, dsb. Tindakan reuse mungkin mudah dilakukan, tetapi tentu hanya mungkin dilakukan oleh: 1. orang yang tidak ragu akan efek samping penggunaan ulang barang bekas; 2. orang yang memiliki ide-ide kreatif;   3. industri atau pihak yang memang berniat membuka peluang bisnis.

Recycle merupakan proses daur ulang limbah atau material bekas yang lebih diasumsikan pada perombakan material secara keseluruhan, seperti misalnya plastik, kaca, atau daur ulang kertas yang prosesnya melalui beberapa tahap penghancuran material terlebih dahulu hingga cetak ulang sesuai kebutuhan. Tentu hal semacam ini hanya mungkin dilakukan secara industrial.


Nah, Barang bekas seperti gambar diatas, kira-kira masuk kategori apa ya?  Lalu, yang seperti gambar disamping mau kita apakan ya?     Saya yakin sejak jaman revolusi industri 1760, peradaban manusia telah mengalami suatu lompatan berpikir, transformasi budaya, namun entah apakah demikian pula dalam mengantisipasi dampak krisis ekologi yang berkaitan erat dengan sampah-menyampah...
((secret idea)) bagaimana kalau dalam sebuah kota kita hadirkan
"Green Interactive Centre"



Sumpah...! Bagaimana dengan orang negara kita ini menyikapi rnsokan-ronsokan yang kian berlipat jumlahnya? Sepberapa hebat industri recycle yang ada sekarang? Siapakah yang mau peduli beban lingkunan yang kian menumpuk itu?
Sumpah...! kita sudah bisa bermimpi sampah... berimajinasi sampah...
Tapi saya cuma kuatir bagaimana kita bisa munculkan minat dan antusiasme publik untuk tangani masalah sampah... tetntunya tak perlu pakai kata ... Sumpah! dari mulut mereka...
ah Sampah... Sumpah...!






ketuk pintu

 
Betapa pun cepat badai memburu langkahmu, 
sengat terik usai rampas peluhmu, 
bila jua deras hujan membumi, mengguyur ragamu,
lapuk tulangmu, menggigil nadimu... 
sampai lempeng bumi tersibak ke awan,
gemuruh langit menertawakanmu... 
hampir terkulai kau menuju pintu, 


Samar-samar daun pintu nalurimu tertuju... 

Ketuk!!! 
selagi isak nafasmu tersisa,
indramu kan memaksa pikiranmu mengerti,
teguhlah cerca harapmu, campakkan bisik galaumu, 
buang iba pada dirimu sendiri, 
sudahi imaji siapa yang kan merengkuhmu...

Pintu di depanmu bukanlah akhir destinasimu... 
Tapi setidaknya kan terbuka, mempersilakanmu masuk, 
hingga kau dapatkan pernaungan sementara... 

Sedikit saja kau hirup aroma ruangan di balik pintu, 
sel-sel saraf mu yang kaku dan nyaris lapuk 'kan tergerak, 
sadarkan dimana dirimu, tunjukkan ke mana arah perjalanan panjangmu....

Biar badai, matahari, hujan, atau pun bumi yang melawanmu...
menjadi topik obrolan yang menggemparkan ruangan ini... 
Betah-betahlah bernaung di sini.... 

Saatnya pikirkan,
kita harus mampu menata semua diantaranya, 
hingga semuanya baik-baik saja...



life dimension

Foto saya
distillation space for re-thinking about rural-urban living way.
こうこく ○. Diberdayakan oleh Blogger.